"Sepuluh kali sehari, Anda pergi kepada orang miskin, sepuluh kali pula Anda akan menemukan Tuhan "(St. Vinsensius A Paulo)

28 Maret 2011

Lebih Baik Dibohongi Orang Miskin

Suatu ketika bersama-sama teman-teman SSV, kami bertemu dengan seorang penderita HIV di sebuah rumah sakit milik Pemerintah. Pasien ini, sebut saja A, dalam pengakuannya terinfeksi virus HIV karena suntikan. Dia mengaku berasal dari Makasar dan di kota ini tidak ada keluarga sama sekali yang bisa dihubungi. Tidak begitu jelas bagaimana kisahnya, hingga dia bisa dirawat di rumah sakit ini, karena pengakuannya berbeda-beda.
Dia merasa bahwa pihak rumah sakit tidak begitu suka akan kehadirannya ditempat itu. Perawat bersikap sinis dan bahkan bersikap "kasar" terhadap dia, begitu keluhannya. Mungkin karena A dianggap tidak memiliki dana untuk pengobatannya. Singkat cerita, karena merasa kasihan, kami akhirnya berbagi tugas untuk melayani A. Ada yang datang membesuk di pagi hari, ada yang sore hari. Tiap hari ada saja yang kami bawakan untuk A. Selimut, makanan, sarung, baju dll. Itu kami lakukan dengan senang hati.


Sampai suatu saat A merasa bahwa harapan hidup baginya sudah tidak ada, maka ia berharap agar bisa dibantu untuk keluar dari Rumah Sakit dan pulang kembali ke tanah kelahirannya di kota Makasar.



Kami mendiskusikan permintaan A dan akhirnya diputuskan untuk mencari donatur yang bisa membantu rencana itu. Beberapa orang yang aku hubungi menyanggupi untuk memberi sumbangan. Bahkan istriku juga bersemangat untuk mencarikan tiket ke Makasar. Nah....untuk pertimbangan kemanusiaan, mengingat waktu yang mendesak, aku berinisiatif memberikan uang sekitar 3 jutaan ke A dengan maksud agar ia sendiri yang membayar hutang biaya pengobatannya. Harapan kami agar dia menjadi lebih percaya diri dihadapan petugas dan perawat RS. Uang itu sebenarnya masih uang pribadi, karena masih belum sempat bertemu para donatur. Setelah menerima uang tersebut, A bergegas ijin untuk mengurus administrasi keluar dari RS. Setelah ditunggu 1 jam lebih......eh ternyata A menghilang. Pihak administrasi RS juga menyatakan bahwa A tidak datang ke bagian administrasi. Lemaslah badanku.




Perasaan marah dan jengkel bercampur aduk menjadi satu. Kami merasa kesal. Ditipu oleh orang yang selama ini kami beri perhatian..... Umpatan dan makian keluar. Dalam hati kami menyadari kebodohan kami. Terlalu percaya dengan A. Dari informasi yang berhasil kami telusuri, ternyata dia juga menjadi buronan polisi di kota lain. Dia juga sering menipu kesana kemari.

Selama beberapa hari aku tidak bisa tidur dengan nyenyak. Hati ini begitu sakit, mengingat uang yang dilarikan adalah uang pribadi. Nilai uang itu sangat berarti bagi keluargaku. Peristiwa ditipu oleh orang miskin sudah pernah kami alami. Namun yang terakhir ini benar-benar membuat aku kecewa. Sampai terlintas dipikiranku, ....ah sebaiknya aku berhenti saja untuk berkarya di bidang sosial ini.

Sampai suatu saat aku diingatkan oleh seorang Romo tentang Vinsensius, seorang santo yang berasal dari Perancis. Vinsensius sangat dekat dengan orang miskin. Meskipun dia memiliki tugas rutin sebagai seorang imam, namun dia tetap memberikan waktunya untuk menolong dan mengunjungi orang-orang miskin. Hidupnya sangat bersahaja. Dia mencoba meneladani sang Guru Agung. Vinsensius pun pernah mengalami hal yang sama, namun dia tidak pernah berhenti untuk melayani sesamanya yang menderita. Ada kata-katanya yang patut untuk direnungkan "lebih baik aku ditipu oleh orang miskin, daripada aku tidak berbuat apa-apa ketika ada orang miskin yang meminta tolong."

Vinsensius tidak ingin peristiwa yang pahit itu menjadi halangan untuk menolong orang-orang lain yang barangkali betul-betul membutuhkan uluran tangan kita. Vinsensius ingin mengingatkan bahwa apapun yang terjadi, kita tetap harus concern untuk penderitaan mereka, walau kadang-kadang hal itu menyakitkan. Karena bagaimanapun mereka tetap bagian dari saudara kita. Merekapun ciptaan Allah yang maha kasih.

Aku sadar....kadang-kadang berbagai cara dilakukan bagi orang miskin untuk tetap bisa bertahan hidup. Banyak yang bisa tetap berada di jalur yang direstui oleh-Nya, meskipun hidup terasa berat. Namun, ada juga yang ingin mengatasinya dengan jalan pintas.

Hingga suatu hari.....
saat membaca sebuah majalah rohani nasional, ada sebuah artikel yang memuat kisah tentang A dari yang bersangkutan. Kisahnya memilukan dengan alur cerita yang luar biasa. Membaca kisahnya orang akan bersimpati. Disana ...rupanya sang wartawan tidak tahu apa yang sebenarnya telah dilakukan oleh A.

Namun.... belajar dari semangat Vinsensius, aku mencoba untuk memaafkannya.

Semoga Allah menyertai langkah hidupnya.

Oleh: Erik

Read More..

22 Maret 2011

Kisah dari Para Pemulung di Akamasoa - Madagaskar


Akamasoa adalah bahasa Madagaskar (Malagasy) yang mempunyai arti "komunitas dari para sahabat baik". Kisah ini demikian terkenal di Madagaskar dan dunia karya cinta kasih. Akamasoa adalah gerakan cinta kasih bersama-sama.

Diawali oleh seorang Misionaris yaitu Romo Pedro Opeka, CM. Ia berasal dari Argentina tetapi ayah dan ibunya merupakan pengungsi dari Eropa (Slovenia). Dalam kegiatannya sebagai misionaris, dia mengunjungi daerah-daerah miskin di ibukota Madagaskar, Tannarive. Suatu saat dia menjumpai wilayah dengan kemiskinan hebat di sudut ibukota Madagaskar, di wilayah pembuangan sampah.

Romo Pedro mengunjungi dengan ketelatenan. Ia berkenalan dengan mereka. Kerap pula dia dicemooh sebagai "kulit putih". Diperlukan kira-kira enam bulan atau lebih bagi Romo Pedro untuk memiliki relasi yang baik dengan mereka. Sampai suatu saat, Romo Pedro bersama-sama dengan orang miskin disekitar mulai membangun rumah yang pantas bagi mereka, sekolah yang layak dan pendirian beberapa aktivitas untuk lapangan pekerjaan.

Romo Pedro kini telah bekerja lebih dari dua puluh tahunan bersama orang-orang miskin Akamasoa dan bersama-sama mereka telah mendirikan perumahan yang layak bagi lebih dari 20 ribu-an unit. Jumlah orang miskin yang dibantu secara efektif mencapai 250 ribu manusia diantaranya lebih dari 8.500 anak-anak usia sekolah. Hingga saat ini Romo Pedro Opeka CM yang mencintai sepakbola masih sehat dan tengah merencanakan hal-hal yang lebih besar lagi untuk kemandirian orang-orang miskin di Akamasoa.

Karya Romo Pedro dipandang sebagai kisah Systemic Change, bukan karena besarnya melainkan karena kebersamaannya. Karya itu lahir dan berkembang serta hidup dari Gerak Bersama para sahabat kaum miskin.

Disadur dari buku "Seed of Hope"
Rm. Armada Riyanto, CM

Read More..