"Sepuluh kali sehari, Anda pergi kepada orang miskin, sepuluh kali pula Anda akan menemukan Tuhan "(St. Vinsensius A Paulo)

28 Maret 2011

Lebih Baik Dibohongi Orang Miskin

Suatu ketika bersama-sama teman-teman SSV, kami bertemu dengan seorang penderita HIV di sebuah rumah sakit milik Pemerintah. Pasien ini, sebut saja A, dalam pengakuannya terinfeksi virus HIV karena suntikan. Dia mengaku berasal dari Makasar dan di kota ini tidak ada keluarga sama sekali yang bisa dihubungi. Tidak begitu jelas bagaimana kisahnya, hingga dia bisa dirawat di rumah sakit ini, karena pengakuannya berbeda-beda.
Dia merasa bahwa pihak rumah sakit tidak begitu suka akan kehadirannya ditempat itu. Perawat bersikap sinis dan bahkan bersikap "kasar" terhadap dia, begitu keluhannya. Mungkin karena A dianggap tidak memiliki dana untuk pengobatannya. Singkat cerita, karena merasa kasihan, kami akhirnya berbagi tugas untuk melayani A. Ada yang datang membesuk di pagi hari, ada yang sore hari. Tiap hari ada saja yang kami bawakan untuk A. Selimut, makanan, sarung, baju dll. Itu kami lakukan dengan senang hati.


Sampai suatu saat A merasa bahwa harapan hidup baginya sudah tidak ada, maka ia berharap agar bisa dibantu untuk keluar dari Rumah Sakit dan pulang kembali ke tanah kelahirannya di kota Makasar.



Kami mendiskusikan permintaan A dan akhirnya diputuskan untuk mencari donatur yang bisa membantu rencana itu. Beberapa orang yang aku hubungi menyanggupi untuk memberi sumbangan. Bahkan istriku juga bersemangat untuk mencarikan tiket ke Makasar. Nah....untuk pertimbangan kemanusiaan, mengingat waktu yang mendesak, aku berinisiatif memberikan uang sekitar 3 jutaan ke A dengan maksud agar ia sendiri yang membayar hutang biaya pengobatannya. Harapan kami agar dia menjadi lebih percaya diri dihadapan petugas dan perawat RS. Uang itu sebenarnya masih uang pribadi, karena masih belum sempat bertemu para donatur. Setelah menerima uang tersebut, A bergegas ijin untuk mengurus administrasi keluar dari RS. Setelah ditunggu 1 jam lebih......eh ternyata A menghilang. Pihak administrasi RS juga menyatakan bahwa A tidak datang ke bagian administrasi. Lemaslah badanku.




Perasaan marah dan jengkel bercampur aduk menjadi satu. Kami merasa kesal. Ditipu oleh orang yang selama ini kami beri perhatian..... Umpatan dan makian keluar. Dalam hati kami menyadari kebodohan kami. Terlalu percaya dengan A. Dari informasi yang berhasil kami telusuri, ternyata dia juga menjadi buronan polisi di kota lain. Dia juga sering menipu kesana kemari.

Selama beberapa hari aku tidak bisa tidur dengan nyenyak. Hati ini begitu sakit, mengingat uang yang dilarikan adalah uang pribadi. Nilai uang itu sangat berarti bagi keluargaku. Peristiwa ditipu oleh orang miskin sudah pernah kami alami. Namun yang terakhir ini benar-benar membuat aku kecewa. Sampai terlintas dipikiranku, ....ah sebaiknya aku berhenti saja untuk berkarya di bidang sosial ini.

Sampai suatu saat aku diingatkan oleh seorang Romo tentang Vinsensius, seorang santo yang berasal dari Perancis. Vinsensius sangat dekat dengan orang miskin. Meskipun dia memiliki tugas rutin sebagai seorang imam, namun dia tetap memberikan waktunya untuk menolong dan mengunjungi orang-orang miskin. Hidupnya sangat bersahaja. Dia mencoba meneladani sang Guru Agung. Vinsensius pun pernah mengalami hal yang sama, namun dia tidak pernah berhenti untuk melayani sesamanya yang menderita. Ada kata-katanya yang patut untuk direnungkan "lebih baik aku ditipu oleh orang miskin, daripada aku tidak berbuat apa-apa ketika ada orang miskin yang meminta tolong."

Vinsensius tidak ingin peristiwa yang pahit itu menjadi halangan untuk menolong orang-orang lain yang barangkali betul-betul membutuhkan uluran tangan kita. Vinsensius ingin mengingatkan bahwa apapun yang terjadi, kita tetap harus concern untuk penderitaan mereka, walau kadang-kadang hal itu menyakitkan. Karena bagaimanapun mereka tetap bagian dari saudara kita. Merekapun ciptaan Allah yang maha kasih.

Aku sadar....kadang-kadang berbagai cara dilakukan bagi orang miskin untuk tetap bisa bertahan hidup. Banyak yang bisa tetap berada di jalur yang direstui oleh-Nya, meskipun hidup terasa berat. Namun, ada juga yang ingin mengatasinya dengan jalan pintas.

Hingga suatu hari.....
saat membaca sebuah majalah rohani nasional, ada sebuah artikel yang memuat kisah tentang A dari yang bersangkutan. Kisahnya memilukan dengan alur cerita yang luar biasa. Membaca kisahnya orang akan bersimpati. Disana ...rupanya sang wartawan tidak tahu apa yang sebenarnya telah dilakukan oleh A.

Namun.... belajar dari semangat Vinsensius, aku mencoba untuk memaafkannya.

Semoga Allah menyertai langkah hidupnya.

Oleh: Erik

Read More..

22 Maret 2011

Kisah dari Para Pemulung di Akamasoa - Madagaskar


Akamasoa adalah bahasa Madagaskar (Malagasy) yang mempunyai arti "komunitas dari para sahabat baik". Kisah ini demikian terkenal di Madagaskar dan dunia karya cinta kasih. Akamasoa adalah gerakan cinta kasih bersama-sama.

Diawali oleh seorang Misionaris yaitu Romo Pedro Opeka, CM. Ia berasal dari Argentina tetapi ayah dan ibunya merupakan pengungsi dari Eropa (Slovenia). Dalam kegiatannya sebagai misionaris, dia mengunjungi daerah-daerah miskin di ibukota Madagaskar, Tannarive. Suatu saat dia menjumpai wilayah dengan kemiskinan hebat di sudut ibukota Madagaskar, di wilayah pembuangan sampah.

Romo Pedro mengunjungi dengan ketelatenan. Ia berkenalan dengan mereka. Kerap pula dia dicemooh sebagai "kulit putih". Diperlukan kira-kira enam bulan atau lebih bagi Romo Pedro untuk memiliki relasi yang baik dengan mereka. Sampai suatu saat, Romo Pedro bersama-sama dengan orang miskin disekitar mulai membangun rumah yang pantas bagi mereka, sekolah yang layak dan pendirian beberapa aktivitas untuk lapangan pekerjaan.

Romo Pedro kini telah bekerja lebih dari dua puluh tahunan bersama orang-orang miskin Akamasoa dan bersama-sama mereka telah mendirikan perumahan yang layak bagi lebih dari 20 ribu-an unit. Jumlah orang miskin yang dibantu secara efektif mencapai 250 ribu manusia diantaranya lebih dari 8.500 anak-anak usia sekolah. Hingga saat ini Romo Pedro Opeka CM yang mencintai sepakbola masih sehat dan tengah merencanakan hal-hal yang lebih besar lagi untuk kemandirian orang-orang miskin di Akamasoa.

Karya Romo Pedro dipandang sebagai kisah Systemic Change, bukan karena besarnya melainkan karena kebersamaannya. Karya itu lahir dan berkembang serta hidup dari Gerak Bersama para sahabat kaum miskin.

Disadur dari buku "Seed of Hope"
Rm. Armada Riyanto, CM

Read More..

27 Juni 2010

Beato Frederic Ozanam - Pendiri SSV


Frederic Ozanam dilahirkan di Milan (waktu itu dibawah wilayah Perancis) pada tanggal 23 April 1813. Dua tahun kemudian keluarganya pindah ke kota Lyons dimana Frederic Ozanam tumbuh dewasa. Pada usia 15 tahun, Frederic Ozanam mengalami keragu-raguan akan kepercayaannya namun Abbe Noirot, seorang pastor dapat membimbingnya.

Frederic Ozanam masuk kuliah hukum di Sorbonne, paris pada tahun 1831. Pada waktu itu terdapat banyak orang anti Gereja dan beberapa orang yang masih percaya merasa takut dan tidak aman karena serangan orang-orang tersebut. Tetapi Ozanam yang bergabung dengan seorang guru dan beberapa temannya (Prof. Emmanuel Bailly, Paul Lamache, Felix Clave, Auguste Le tailandier, Jules Devaux dan Francois Lallier) merasa tertantang untuk menjawab serangan tersebut. Mula-mula mereka mendirikan suatu kelompok yang dinamakan Konferensi Sejarah, yaitu suatu kelompok yang membicarakan tentang agama dan sejarah.

Tetapi ejekan dari musuh-musuh Gereja dengan pertanyaan:”Mana perbuatanmu yang membuktikan kebenaran imanmu?”, membuat Frederic Ozanam dan teman-temannya menyadari bahwa konferensi sejarah belum berhasil menjawab usaha mereka. Maka pada tahun 1833, mereka membentuk konferensi cinta kasih dengan kegiatan mengunjungi dan membantu orang-orang miskin.


Yang menjadi ketua konferensi pertama adalah mahaguru mereka yaitu Prof. Emmanuel Bailly dan kemudian kelak menjadi ketua dewan-dewan yang pertama. Dua tahun kemudian yaitu 1835 lahir suatu perkumpulan yang telah mempunyai tujuan dan peraturan-peraturan, yang mempunyai nama Serikat Sosial Vinsensius (Society of St. Vincent de Paul). Pada tahun 1841 Frederic Ozanam menikah dengan Amelie Soulacroix, seorang yang mempunyai perhatian yang sama dengannya dan dari pernikahan mereka mempunyai seorang putri bernama Marie. Ozanam lulus sarjana Hukum dan berpraktek di Lyons hingga menjadi mahaguru (professor) pertama di bidang hukum dagang di universitas tersebut. Tetapi ia menyadari bahwa bakat dan minat sesungguhnya terdapat di bidang pendidikan dan kesusastraan asing. Maka ia kembali kuliah kesusastraan di Universitas Sorbonne dan memperoleh gelar pada tahun 1835, gelar doctor pada tahun 1839 dan menjadi mahaguru di bidang kesusasteraan asing pada usia 31 tahun.

Di samping kehidupan Ozanam dalam dunia akademis, ia terus menerus bertugas melayani Gereja dan pengabdiannya yang penuh pada perkembangan Serikat Santo Vinsensius. Ia juga banyak menyumbangkan karyanya dan menjadi editor bulletin sosial dan majalah katolik yang terkenal. Ia bertindak sebagai penghubung antara dewan-dewan di Paris dan Lyon dan menjadi tuan rumah dalam pertemuan–pertemuan untuk kepentingan Gereja. Sayang karena fisiknya yang lemah dan penyakitnya berangsur-angsur melemahkan kekuatan dan tenaganya. Ozanam meninggal dunia di Marseilles pada tanggal 8 September 1853 di usia 40 tahun.

Proses pengajuan beatifikasi Frederic Ozanam telah dimulai tahun 1925. Tepat pada peringatan perayaan 160 tahun berdirinya SSV, yaitu tanggal 27 April 1993 di depan anggota-anggota SSV yang berkumpul di Roma Bapa Suci Paus Yohanes Paulus II berkata:”Kita harus berterima kasih kepada tuhan atas berkah anugerah yang telah diberikan kepada Gereja, dengan adanya Ozanam. Suatu keajaiban yang luar biasa, dihasilkan dari karya Ozanam terhadap Gereja, masyarakat, dan orang miskin. Mahasiswa ini, Profesor ini, Bapa para keluarga ini, telah menimbulkan suatu keyakinan keluarga ini, telah menimbulkan suatu keyakinan keluarga ini, telah menimbulkan suatu keyakinan keluarga ini, telah menimbulkan suatu keyakinan yang kuat dan kasih sayang yang tiada henti. Namanya tidak lepas dengan nama St. Vinsensius a Paulo.... Bagaimana kita tidak akan berharap bahwa Gereja akan juga menempatkan Ozanam di antara orang-orang suci dan para Santo?”

Pada tanggal 6 Juli 1993, dihadiri oleh Mr. Amin A. De Tarrazi, Ketua Dewan Umum/Internasional SSV, Rev. Fr. Gioseppe Guerra, dari Kongregasi Misi (CM); para Postulator; Monsignor Luigi Porsi, Advocate; dan suster Maria Antonia Di Tano, PK; Bapa Suci mengumumkan suatu keputusan mengenai kebijakan Frederik Ozanam. Keputusan tersebut berarti bahwa Frederic Ozanam, pendiri utama SSV adalah “layak untuk dimuliakan”.Dengan pernyataan Bapa Suci tersebut, nampaknya jalan telah terbuka terhadap usaha-usaha yang berhubungan dengan proses beatifikasi Frederic Ozanam. Proses beatifikasi tersebut telah melalui usaha-usaha bertahun-tahun yang tidak mengenal lelah dengan doa-doa para anggota SSV dan harapan-harapan yang penuh dengan kesabaran, kini tampaknya telah menunjukkan suatu harapan.

Ucapan Frederic Ozanam yang terkenal adalah “saya ingin merangkul dunia dengan suatu jaringan cinta kasih.” Pada tahun 1993, Serikat impian Frederic Ozanam yang tersebar di 125 negara di seluruh dunia.

Read More..

Melibatkan Kaum Muda dalam Pelayanan




Sebagaimana panggilan pertama Serikat menyentuh dan menggerakkan kaum muda, maka Serikat senantiasa mengajak dan menggerakkan kaum muda untuk peka terhadap panggilan Tuhan, mewujudkan imannya dalam tindakan nyata melayani orang miskin dengan penuh kasih dan persahabatan. Dengan demikian mereka menghadirkan kasih Allah sendiri bagi orang yang paling terlantar dan menderita. “ Di sekitarmu ada banyak anak muda. Betapa penting dan meneguhkan bagi hati muda mereka untuk menunjukkan pada mereka Yesus Kristus. Bukan dalam lukisan karya pelukis agung, bukan pula di altar yang gemerlap oleh emas dan cahaya, namun untuk menunjukkan kepada mereka Yesus Kristus dan luka-lukaNya dalam diri orang miskin” (Beato F. Ozanam)

Read More..

16 Juni 2010

General Assembly di Salamanca – Spanyol



Pada tgl. 28 Mei s/d 1 Juni 2010 bertempat di Salamanca, Spanyol telah diadakan General Assembly yang dihadiri oleh 180 peserta dari 110 negara dari seluruh dunia. Agenda utama dalam pertemuan itu adalah pemilihan ketua SSV ke-15 untuk menggantikan Juan Ramon Torramocha (Spanyol). Setiap negara memiliki satu suara untuk ikut berpartisipasi dalam pemilihan itu. Indonesia mengirimkan Bpk. Erik Subiyanto, wakil ketua DeNas, dalam pemilihan itu. Berikut ini sebagian laporannya.

Hari ke-1
Misa pagi selalu mengawali hari-hari pertemuan. Pada kesempatan itu Hymne SSV untuk pertama kali diperkenalkan dalam bahasa Perancis, Inggris dan Spanyol. Sungguh ini suatu kebanggaan bagi kita bersama bahwa lagu ini bisa membantu kita untuk saling membina persaudaraan SSV dengan semua orang, dengan semua bangsa tanpa terkecuali. Mengingatkan bahwa kita punya rekan kerja seiman dimana-mana.

Ketua Juan Ramon membuka acara sekaligus melaporkan aktivitas Dewan Umum SSV selama periode kepemimpinannya. Laporan itu juga meliputi laporan keuangan yang disampaikan oleh Ian Mcturk, bendahara Dewan Umum. Secara keseluruhan ada kemajuan dalam perkembangan SSV di seluruh dunia. Kerjasama di tingkat Internasional semakin berkembang dengan dilibatkannya SSV dalam proyek Unesco. Kondisi keuangan Dewan Umum tahun ini juga memperlihatkan perbaikan dari tahun sebelumnya, ini disebabkan karena semakin banyak negara yang ikut memberikan kontribusinya.


Dalam sambutannya, Juan Ramon mengharapkan agar SSV semakin terlibat dalam kerjasama yang dibangun oleh Family Vincentian ( Keluarga Vinsensian ). Kerjasama ini penting mengingat kita mempunyai tujuan yang sama yaitu menolong orang miskin. Didalam keluarga Vinsensian, tidak ada yang boleh merasa paling penting. CM bukan paling penting meskipun St. Vinsensius yang mendirikan, Putri Kasih juga bukan paling penting meskipun dia yang membimbing SSV pertama kali juga bukan SSV yang paling penting meskipun memiliki cabang yang terbanyak. Tapi yang terpenting karena kita disatukan dalam satu semangat kerasulan. Kita diundang untuk melayani sesama, melayani Kristus. Kekuatan kita adalah Allah sendiri. Banyak jalan menuju Yerusalem, tetapi Allah sendiri yang akan memberi jalan / kekuatan.
Selain itu beliau juga mendorong kita untuk terus berbuat seperti apa yang dilakukan oleh Frederic Ozanam bersama teman-temannya di thn 1833. Kita harus membuat gerakan nyata untuk mengentas kemiskinan.

Siang harinya dilakukan pemilihan suara. Bagi mereka yang tidak datang, suara dikirim melalui surat. Setiap negara berhak atas satu suara. Dari 5 orang nominasi calon ketua, akhirnya terpilih Michael Thio dari Singapore dengan jumlah suara meyakinkan sebanyak 87 %. Terpilihnya Michael Thio yang mewakili benua Asia merupakan sejarah baru dalam organisasi SSV. Mengapa demikian? Sebab ketua sebelumnya selalu berasal dari benua Eropa. Ini membuktikan bahwa SSV sebagai organisasi sosial berhasil menunjukkan sifat internasionalnya dan tidak membedakan ras sesuai dengan semangat yang dibawa oleh pendiri SSV, Frederic Ozanam dan rekan-rekannya, ketika mendirikan serikat ini di Paris.

Michael Thio seperti diketahui selama ini sangat aktif memperjuangkan SSV dimana-mana. Terlibat di SSV selama 43 tahun. Posisi sebelumnya sebagai Wakil Ketua Dewan Umum SSV mengantarnya untuk terlibat aktif dalam pengembangan SSV di beberapa negara. Selain itu kemampuan organisasinya yang cukup baik (pernah menjadi Direktur Operasional British Company) diharapkan mampu membuat SSV menjadi organisasi yang lebih efektif dalam membantu orang miskin.

Hari ke-2
Dr. John Falzon (CEO SSV Australia) menyampaikan tentang Social Justice. John mengingatkan bahwa SSV merupakan sebuah gerakan sosial yang harus maju kedepan. SSV berkomitmen untuk melakukan perubahan sosial dimasyarakat yang lebih adil dan penuh kasih sayang. Selain itu SSV juga merupakan sebuah gerakan spiritual. Dalam SSV kita juga digerakkan oleh kasih Allah. Kita menjadi saksi dari kehadiran Allah didunia. ”Berbahagialah kamu yang miskin dihadapan Allah....karena kamulah pemilik kerajaan Allah.” Lukas 6: 20, 24. Kita harus meniru pendiri kita, Frederic Ozanam, yang selalu belajar melihat penyebab kemiskinan dan penindasan agar bisa mencegahnya dikemudian hari.

Diskusi berikutnya mengenai topik Kaum Muda dibawakan oleh Julien Spiewak (Perancis), International Youth Coordinator CGI, yang sangat bersemangat dalam menggerakkan anak muda.
Kita diingatkan kepada sejarah bahwa sekelompok mahasiswa, dalam hal ini anak muda, di bulan April 1833 mulai bekerja dengan komitmen untuk melayani orang miskin. Meskipun saat ini banyak konferensi yang anggotanya tidak muda lagi, namun sangat penting bahwa ”semangat muda” untuk berinovasi dan beradaptasi harus selalu ada diantara kita. Julien mengingatkan kita untuk selalu memberikan kesempatan kepada anak muda untuk terlibat aktif. Memberi ruang dan tempat bagi mereka untuk bersuara. Saat ini ditingkat Internasional sudah beberapa kali diadakan pertemuan kaum muda mulai di Salamanca (2008), Filipina (2009) dan di delapan negara di Amerika Selatan. Ada rencana pertemuan kaum muda di Salamanca pada tgl. 13-15 Agustus 2011.

Di sore hari peserta diajak berdiskusi dalam kelompok untuk membicarakannya tentang Social Justice dan Kaum Muda. Hasil diskusi ini dituangkan dalam laporan yang disampaikan kepada panitia.

Hari ke-3
Kardinal Paul J. Cordes dari Roma juga menyempatkan hadir dalam pertemuan ini. Pada kesempatan itu, Kardinal memberikan penghargaan dari Bapa Paus Benediktus kepada Juan Ramon atas usahanya melalui SSV yang telah berkarya menolong orang miskin di seluruh dunia.
Kardinal Cordes mengingatkan bahwa sebagai Vinsensian, kita harus menjadi alat Kristus untuk menyatakan cinta Allah. Pelayanan kita tidak bisa dipisahkan dari Gereja. Melalui Gereja, Tuhan memberikan kekuatan untuk melayani orang miskin. Tuhan memberikan contoh dirinya sendiri dalam mencintai manusia. Yesus mau hidup dan mengalami sengsara yang luarbiasa demi cintaNya kepada manusia. Ini merupakan contoh paling baik bagi karya kita. Kita juga perlu belajar melihat pengalaman dari Beato Frederic Ozanam. Semasa hidupnya pendiri SSV ini sempat mengalami keraguan akan kehadiran Tuhan. Sampai suatu saat, Ia berkata: ”Aku akan mempersembahkan diri sepenuhnya untuk kebenaran”. Setelah bergulat dalam pelayanan kepada orang miskin, pada akhirnya, Frederic bisa mengatakan ”mengapa aku harus takut dengan Tuhan ? Aku mencintainya.”

Para peserta General Assembly hari ini juga mendapat kesempatan mengunjungi kota Avilla tempat kelahiran St. Theresia. Perjalanan dari Salamanca ke Avilla ditempuh dalam waktu 1 jam dengan bus yang sudah disediakan oleh panitia. Kota Avilla sendiri sebenarnya merupakan kota tua yang didirikan pada abad ke-9. Yang membuatnya menarik adalah kota ini dikelilingi oleh benteng yang tampak kokoh dari kejauhan. Didalam kota benteng ini ada beberapa gereja, katedral, kapel, museum, situs tempat St. Theresia, pasar, toko-toko dan bangunan tempat tinggal penduduk. Suasana kristen tampak terasa ketika kita berada didalam benteng ini.

Hari ke-4
Romo Robert Maloney, CM membahas topic mengenai Systemic Change and the poor dengan cara yang menarik berupa pemutaran beberapa film tentang studi kasus. Topik bahasan dimulai dari kisah awal impian untuk membuat proyek Systemic Change.
Saat ini Romo Greg Gay, Superior Jenderal CM, telah membentuk suatu komisi untuk menyebarluaskan pemikiran tentang Systemic Change terutama kepada para anggota Keluarga Vinsensian (Family Vincentian) di seluruh dunia. Sytemic Change bertujuan untuk menghentikan lingkaran kemiskinan yang ada. Dalam Systemic Change kita perlu memutus rantai kemiskinan yang ada sehingga bisa memperbaiki kondisi bagi masyarakat miskin. Contoh Lingkaran tsb sebagai berikut:
1. Seseorang tidak memiliki pekerjaan, maka tidak bisa punya uang
2. Tidak punya uang membuat mereka tidak memiliki makanan yang baik
3. Konsumsi makanan yang tidak baik menyebabkan kesehatan menurun
4. Kesehatan yang buruk membuat mereka tidak bisa bersekolah dengan baik
5. Jenjang pendidikan yang tidak tinggi menyebabkan mereka tidak bisa bersaing untuk mendapat pekerjaan dan akhirnya mereka menjadi pengangguran

Beberapa kriteria dari proyek Systemic Change:
1. Punya dampak sosial yang luas dalam kehidupan orang miskin
Proyek membantu perubahan secara keseluruhan terhadap hidup mereka yang terlibat.
2. Berkelanjutan
Proyek ini juga dapat merubah secara permanen dalam diri orang miskin, seperti mendapat pekerjaan, pendidikan, perumahan dan tersedianya air bersih dan makanan yang cukup dan lain-lain
3. Bisa ditiru
Proyek ini bisa juga diterapkan untuk masalah yang sama di tempat lain. Strategi dan tehnik bisa diimplementasikan di berbagai lingkungan.
4. Innovasi
Proyek juga bisa mengadaptasi inovasi / temuan baru. Systemic Change diharapkan bisa membantu kita ”untuk belajar melihat dunia baru” seperti yang dikatakan oleh Albert Einstein.
Kita bisa mengadaptasikan beberapa contoh keberhasilan proyek yang berbasis model Systemic Change untuk digunakan pada lokasi yang berbeda. Beberapa pelatihan tentang Systemic Change sudah dilakukan, yang terakhir adalah dalam pertemuan Keluarga Vinsensian di Thailand bulan November 2010 yang lalu. Selain memenuhi kebutuhan mendasar dari individu, sebagai Vinsensian kita juga dituntut kejelian dalam memutus rantai kemiskinan.

Contoh kasus adalah apa yang terjadi di Okoa – Guatemala dimana kerjasama antara Romo Louis (misionaris dari Kanada), SSV dan masyarakat setempat berhasil mengentas kemiskinan dengan membuat saluran air untuk memperbaiki lingkungan masyarakat. Akibatnya pengangguran berkurang. Proyek ini menjadi percontohan bagi proyek sejenis yang sekarang berlokasi di 120 desa.
Romo Maloney juga memberi contoh proyek pengerjaan sampah yang dilakukan di Madagaskar dimana sekarang masyarakat akhirnya memiliki sekolah sendiri, punya rumah sakit modern, setiap keluarga memiliki rumah.

Seperti dihari ke-3 para peserta juga dibagi dalam kelompok dan mendiskusikan pengalaman masing-masing negara terkait dengan Systemic Change Project.

Hari ke-5
Pada hari terakhir ini, para peserta mendapatkan kesimpulan hasil workshop selama pertemuan di Salamanca. Hasil pertemuan ini diharapkan dapat disosialisasikan di semua negara. Harapannya SSV bisa berkembang lebih maju dan mempunyai jaringan kerjasama yang lebih solid di masa yang akan datang.
Sebagai penutup, ketua SSV yang baru, Michael Thio menyampaikan banyak terima kasih atas partisipasi yang aktif dari seluruh peserta. Beliau juga memaparkan rencana kerja dan hal-hal yang menjadi fokus perhatiannya untuk membuat SSV menjadi organisasi Internasional yang lebih baik dalam memberikan pelayanan kepada orang miskin. Beliau juga menginginkan adanya pengembangan kepemimpinan di SSV.
SSV adalah sebuah organisasi yang menginspirasikan nilai-nilai katolik pada karya kasih diseluruh penjuru dunia. Dengan rahmat Tuhan dan kerjasama dengan teman-teman Vinsensian, kita akan menumbuhkan nilai-nilai itu lebih jauh sehingga tujuan dan misi pendiri kita tercapai.” demikian yang disampaikannya pada CatholicNews. Pada kesempatan itu beliau juga menyebutkan nama-nama yang akan mendampinginya untuk periode mendatang, yaitu:
1. Brian O Reilly - Vice President General (Irlandia)
2. Bruno Menard - Secretary General (Perancis)
3. Liam Fitzpatrick - Treasurer General (Irlandia)

Read More..

29 April 2010

Kisah dari Pinggiran Sungai Okoa - Republik Dominika


Kisah ini bagai sebuah drama kehidupan sehari-hari.
Di pinggiran sungai Okoa (aslinya tertulis Ocoa), terletak nun jauh di belahan benua Amerika Latin, terdapat sebuah stasi dengan beberapa ratus keluarga. Selama bertahun-tahun penduduk hidup dari pertanian. Mereka bercocok tanam, memanen hasilnya, sebagian dimakan dan sebagian yang lain dijual. Demikian keseharian mereka sejak nenek moyangnya.
Tetapi, bencana terjadi beberapa tahun terakhir ini. Anak-anak yang baru lahir cepat mati. Sementara yang sudah agak besar tidak mendapat nutrisi yang baik. Akibatnya, mereka tidak tumbuh dengan sehat. Sementara yang sekolah tidak bisa melanjutkan sekolahnya karena biaya tidak ada lagi. Yang dewasa menjadi pengangguran. Keluarga-keluarga muda sering cekcok, karena suami tidak memberikan uang belanja cukup. Yang lain menjatuhkan diri dalam minum yang berlebihan karena frustasi.

Mengapa semuanya itu terjadi ?

Romo Lo (Romo Louis) misionaris dari Kanada yang sudah berkarya di wilayah itu sangat prihatin. Secara telaten Romo Lo mengajak berkumpul tokoh-tokoh umat untuk saling mendengarkan. Mereka saling tukar pandangan, mengapa ‘bencana” itu terjadi di dalam hidup mereka setiap hari.
Mereka menyebut semua itu terjadi karena kekurangan uang. Tetapi, ada juga yang bertanya, mengapa mereka kekurangan uang ? Beberapa berkata, karena tidak ada lagi pekerjaan. Kenapa mereka tidak bekerja ? Tidak sedikit yang berterus terang, tanah mereka kini kering. Tanah tidak bisa diapa-apakan lagi. Mengapa tanah kering ? Tidak ada air. Mengapa tidak ada air ? Hujan tidak lagi turun dengan teratur, seperti beberapa tahun yang lalu. Sungai Okoa pun kini mengering. Wilayah hutan di sekitar itu sudah rusak oleh pembabatan yang tak bertanggung jawab.
Jadi, sampai disini, dalam kesempatan “rembugan bersama”’ mereka sampai pada kesimpulan bahwa sebab dari segala bencana hidup mereka adalah Kekurangan Air.
Kini, Romo Lo dan tokoh-tokoh umat stasi mengakhiri pertemuan dengan doa khusus mohon bantuan Tuhan agar mengirimkan air …. Apakah Tuhan mengabulkan permohonan mereka ???
Penyelenggaraan Tuhan berliku. Kerap kali datang secara tidak terduga. Demikian juga dengan apa yang terjadi pada umat stasi di pinggiran sungai Okoa.
Hari itu, Romo Lo kedatangan beberapa mahasiswi dan mahasiswa. Mereka tidak mengenal wilayah itu untuk “survey lapangan”, melihat kemungkinan apakah mereka bisa tinggal bersama mereka nantinya. Romo Lo seperti biasa menyambut mereka dengan kesederhanaan dan keramahan ala kadarnya.
Diantara mahisiswa mahasiswi yang berkunjung, ada seorang gadis yang ayahnya adalah seorang ketua konferensi SSV di Amerika. Gadis itu sebutlah Anna namanya. Anna pulang dan cerita kepada ayahnya tentang apa yang dilihat dan dirasakannya. Anna tidak berkata banyak, kecuali dengan tegas minta kepada ayahnya, Jack Esham namanya; “Papa harus kesana untuk melihat umat di pinggiran sungai Okoa !”
Jack seorang aktivis SSV yang sehari-harinya ditengah kesibukan kerja dan waktu untuk keluarga. Dalam kesempatan kunjungannya ke Okoa ia melihat dan merasakan kemiskinan yang benar-benar merupakan sebuah bencana, menggerogoti kehidupan sehari-hari anak-anak, remaja, kaum muda dan keluarga. Mereka tidak punya pekerjaan. Akibatnya, mereka tidak punya cukup uang. Ketidak-cukupan uang membuat mereka tidak bisa makan dengan baik, sebagai konsekuensinya selanjutnya banyak yang sakit dan cepat mati terutama bayi dan anak-anak. Tidak punya uang juga membuat mereka tidak mampu mengirim anak ke sekolah. Ketika mereka tidak ke sekolah, mereka tidak mampu tumbuh dengan baik, tidak punya bekal masa depan. Dan, begitulah lingkarannya kembali lagi, ketika mereka tidak mampu sekolah, mereka tidak terdidik dan mereka juga pasti kehilangan kesempatan untuk mendapat pekerjaan yang layak. Ini sebuah lingkaran sebab akibat yang tiada putus. Sebuah lingkaran setan.
Jack mendengarkan Romo Lo dan umat dipinggiran sungai Okoa, apa yang bisa dikerjakan untuk “memotong” rantai lingkaran setan ini ?
Tokoh-tokoh umat dan Romo Lo berkata, mereka bisa ‘menghidupkan kembali” lahan-lahan tanah mereka yang kering dan mengolah tanah kembali asalkan ada air. Tetapi bagaimana mendatangkan air ? Ada air, tapi ditempat yang jauh disana, di bukit atas yang jaraknya beberapa kilometer. Dibutuhkan biaya beberapa ratus juta untuk pemasangan pipa sekaligus dengan biaya pembangunan dan perawatannya.
Jack mendengarkan rancangan mereka, sembari berkata bahwa jika ada bantuan, tetap diperlukan kolaborasi yang tetap dan kokoh dari umat untuk merealisasikan proyeknya.
Jack kembali ke Amerika dengan segudang rancangan bantuan. Mulailah Jack mengerahkan konferensi-konferensi di Amerika untuk mengumpulkan dana bantuan. Dan, ketika berhasil didapat beberapa ratus juta, dimulailah proyek itu.
Okoa kembali teraliri air. Sawah menjadi menghijau lagi. Mereka menanam pohon disekitarnya untuk penahan air dan konservasi kesuburan tanah. Lahan bisa ditanami dan dipanen. Mereka mendapatkan kembali makanan yang cukup. Kematian dini anak-anak bisa ditekan seminimal mungkin. Sekolah pun juga dapat dibangun.
Dan…umat dipinggiran sungai Okoa pun kini mendapatkan KEHIDUPAN mereka kembali. Senyum dan keceriaan anak-anak pun kini menebar keindahan.
Itulah, kisah Systemic Change. Kisah yang berupa:
• Kesadaran Bersama bahwa mereka telah dirundung kemiskinan
• Gerakan Bersama bahwa mereka bisa melepaskan diri dari kemiskinan dengan kerja bersama dan “mencari bantuan” dari Tuhan dan sesama (SSV)
• Perubahan Sistem Kehidupan sehari-hari yang diupayakan Bersama.
Rm. Armada Riyanto, CM
.

Read More..

28 April 2010

Umat Kaya berbagi Kebahagiaan Paskah dengan Umat Miskin


Umat Katolik yang kaya di paroki terbesar di Bangladesh membantu kaum papa untuk merayakan Paskah. Sedikit uang tunai dan sumbangan kebutuhan sehari-hari disediakan bagi umat yang miskin.
Para anggota Serikat Sosial Vinsensius (SSV) di Paroki Rosario Suci di Tejgaon, Dhaka, mengumpulkan sekitar 25.000 taka (US$ 357) dari umat dan membeli beras, minyak, dan kacang-kacangan yang didistribusikan kepada sekitar 30 keluarga miskin pada 30 Maret.
Pascah Pamer, 60, ketua SSV tingkat paroki itu mengatakan, “Setiap tahun pada masa Natal dan Paskah, kami berusaha untuk membantu umat Katolik yang miskin untuk bisa turut menikmati kegembiraan pesta-pesta keagamaan itu. Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada umat Katolik mampu yang dengan murah hati memberikan sesuatu kepada orang miskin.”
SSV cabang lokal itu dibentuk tahun 1972. Sejak itu, serikat itu telah membantu umat Katolik yang miskin untuk membangun rumah, membeli mesin jahit, alat pertukangan, rickshaw (semacam becak), mengadakan warung teh, dan menyediakan beasiswa bagi pendidikan para siswa miskin.
Pada acara pembagian bantuan di gereja itu, 30 keluarga menerima masing-masing 5 kilogram beras, 1 kilogram minyak, 1 kilogram kacang-kacangan, dan uang tunia sebesar 100 taka.
Pushpa Gomes, 30, ibu rumah tangga yang menjadi donor, mengatakan kepada UCA News, “Saya senang sekali bisa berbagi kegembiraan Paskah dengan umat yang miskin. Saya ingin melihat mereka merayakan Paskah dengan gembira. ”
Katolik yang miskin mengucapkan terima kasih SSV dan umat yang kaya atas sumbangan mereka.

“Saya berjuang setiap hari bersama empat anak. Sumbangan ini akan membantu keluarga saya merayakan Paskah,” kata Maria Theresa Sangma, 45, warga suku Garo yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga.
Pushpa Costa, 38, seorang janda yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga mengatakan kepada UCA News, “Saya tidak bisa menunjang keluarga saya dengan pendapatan saya yang kecil. Sebagai seorang Kristen, saya tidak bisa mengemis atau mencari uang melalui cara-cara tidak etis [pelacuran],” katanya, dengan menahan airmata.
“Jadi saya datang untuk mendapat sumbangan di Gereja dan saya gembira menerimanya,” tambahnya.
Michael Cruze, 36, bekerja sebagai pembuat pot di pasar terdekat pada malam hari. Dia tinggal di rumah saudarinya.
Setelah menerima sumbangan, dia mengatakan kepada UCA News, “Saya tidak bisa makan tiga kali sehari, jadi saya sangat berterima kasih kepada para dermawan yang membantu kami untuk merayakan Paskah dengan lebih baik.”
Orang-orang Kristen miskin itu berjumlah sekitar 1.00 orang. Mereka tinggal di daerah-daerah kumuh di Dhaka, demikian sumber-sumber Gereja.
-UCA News
www.cathnewsindonesia.com.

Read More..

08 April 2010

Mencintai yang Miskin



Siapakah yang paling miskin dari yang miskin ? Mereka adalah orang-orang yang tidak dikehendaki, yang tidak dicintai, yang diabaikan, yang lapar, yang telanjang, yang tidak punya rumah, yang menderita lapar, dan yang kecanduan alkohol, yang berada ditengah-tengah kita…. Agar dapat melihat dan mencintai Yesus didalam orang miskin, kita harus bersatu dengan Kristus melalui sebuah kehidupan doa yang mendalam.
Yesus menghidupkan kembali kesengsaraanNya diantara orang-orang miskin. Orang-orang miskin itu sungguh-sungguh menghayati kesengsaraan Kristus. Kita harus memperlakukan mereka secara manusiawi…..
Berikanlah pertolongan kepada Kristus dalam selubung kesengsaraan-Nya. Yesus yang miskinlah yang kauberi makan, yang kauberi pakaian, dan yang kauberi tumpangan. Lakukanlah semuanya itu dengan cinta yang besar dan utuh.
Orang miskin tidak membutuhkan belas kasihan kita; mereka membutuhkan uluran tangan kita. Kita memerlukan mata iman yang mendalam agar bisa melihat Kristus yang tubuh-Nya remuk dan berpakaian kotor, karena dibalik itulah Orang yang Paling Mulia diantara anak-anak manusia bersembunyi.
Orang Miskin adalah orang-orang yang sangat pantas dicintai, merekalah yang lebih banyak memberi kepada kita, bahkan jauh lebih banyak dari yang kita berikan kepada mereka. Pengetahuan akan membimbing kita kepada cinta; cinta akan menuntun kita kepada pelayanan.

Tidaklah jelek kalau kita mempunyai paling tidak satu kongregasi yang memanjakan orang-orang miskin, saat orang-orang lain memanjakan orang orang kaya. Aku sungguh terkesan dengan kenyataan bahwa sebelum menjelaskan Sabda Allah dan sebelum memaparkan Delapan Sabda Bahagia kepada banyak orang, Yesus telah berbelaskasih kepada mereka dan memberi mereka makan. Kemudian barulah Dia mulai mengajar mereka.
Orang-orang miskin adalah orang-orang yang mengagumkan. Mereka punya martabat sendiri, yang dapat kita lihat dengan mudah….. Tetapi lebih dari itu, orang-orang miskin punya keberanian yang besar untuk menapaki jalan kehidupan yang mereka lewati. Mereka dipaksa untuk hidup seperti itu; kemiskinan telah memaksa mereka untuk menerima kehidupan semacam itu. Jangan pernah meninggalkan orang miskin. Kalau kau melakukan hal itu, engkau-pun meninggalkan Yesus Kristus. Bahkan semenjak awal aku tidak pernah meminta uang. Aku ingin melayani orang miskin semata-mata berdasarkan cinta kepada Allah. Aku ingin orang miskin menerima secara gratis segala sesuatu yang didapat orang kaya dengan uang.

From : Anugerah-anugerah Cinta by Ibu Teresa

Read More..

30 Maret 2010

Pedulikah Kita





Wajah-wajah lugu dan sederhana mulai berdatangan sejak pagi itu. Kebanyakan adalah ibu-ibu tua, mengenakan kebaya sederhana dan sewek/jarik. Aku menebak umur mereka antara 60-80 tahun. Mereka adalah sebagian penduduk dari kota kecil Ngawi, tepatnya di desa Ngrambe dan hidup di pelosok-pelosok desa.
“Pinten (berapa) nak?” tanya seorang ibu ketika kami memberikan sembako.
“Gratis bu,” salah seorang teman kami menyahut.
Sontak terpancar raut kaget dan tak percaya di wajah ibu itu ketika mendengarnya.
“Mboten bayar?” tegasnya lagi sambil menatap kami tak percaya. Kami mengangguk. Lalu serta merta terucap kata-kata penuh syukur dan wajahnya bersimbah air mata.
“Matur nuwun. Alhamdulilah!”
Aku terkesiap. Kurasakan sensasi aneh di relung hatiku, kurasakan seluruh tubuhku bergetar dan sesuatu seakan mendesak di bola mataku, berlomba-lomba saling mendahului. Kucoba untuk menahan agar aku tidak menangis, namun tidak bisa dan akhirnya pertahananku jebol. Air mataku mengalir tanpa dapat kucegah. Semakin lama semakin deras. Kususut dengan cepat, secepat dia mengalir di pipiku lalu memalingkan wajah ke arah lain. Berharap hal itu tidak terlihat oleh teman-teman yang lain.
Ini pertama kali aku melibatkan diri disini. Seorang teman mengajakku ikut serta dalam perjalanan ini. ‘Serikat Sosial Vinsensius’ secara rutin mengadakan perjalanan amal seperti ini. Selain membagikan sembako, mereka juga memberikan pengobatan gratis kepada warga yang tidak mampu. Ada donatur yang secara teratur memberi dana dan ada tenaga-tenaga yang membantu menyalurkannya. Banyak juga yang terlibat disini. Ada Romo, dokter, beberapa pejabat Gereja dan para awam.
Semakin siang yang berdatangan semakin banyak dan mereka bersikap tertib sehingga tidak menyulitkan kami. Setiap orang, usai menerima sembako mengucapkan kata-kata yang sama dengan ibu tadi. Puji Tuhan, Alhamdulilah, Duh Gusti, terimakasih! Dan selalu aku memandang mereka dengan air mata haru.
Tidak hanya disini sebenarnya kita melihat hal-hal seperti itu. Di perempatan jalan, di panti asuhan, para pemulung di jalan, pengemis, sering kutemukan wajah-wajah lugu yang memancarkan ucapan terimakasih yang tak terhingga ketika kita memberikan sesuatu pada mereka. Entah itu sembako, nasi bungkus atau hanya sekedar uang receh. Namun pancaran mata yang tulus ‘selalu’ mengagetkanku sampai detik ini. Walaupun tidak banyak yang kita berikan, itu sangat berharga buat mereka.
Karena kepedulian kita sudah cukup membuat mereka “BERHARGA".

by Widjaja Maladewi - Sharing Baksos SSV di Ngrambe - Ngawi

Read More..

Berjumpa Sesama Lewat Bhakti Luhur






Bersama Romo Iswandir, CM, sebanyak 11 orang pengurus dan eks pengurus konferensi mahasiswa St. Benoit Labre – Surabaya melakukan refleksi bersama di Biara Suster Passionis - Malang. Acara yang digelar tgl. 13-14 Maret 2010 itu bertujuan untuk menumbuhkan kebersamaan dan semangat pelayanan para pengurus. Hari Sabtu malam diisi dengan Pembekalan yang diberikan Romo Iswandir, CM. Dilanjutkan dengan sharing pengalaman dari pengurus Dewan Nasional selama terlibat di SSV.
Yang menarik dari rangkaian refleksi tersebut adalah acara kunjungan ke Bhakti Luhur pada hari Minggunya. Saat mengikuti Misa didalam kompleks Bhakti Luhur, kami dikejutkan dengan kehadiran sebagian peserta misa yang memiliki cacat fisik. Hati kami terasa ditusuk melihat berbagai macam penderitaan yang dialami oleh para asuhan disana. Terutama melihat anak-anak dari berbagai kalangan. Ada yang menderita Celebral Palsy, ada yang punya kaki dan jari dengan ukuran besar (mirip kaki gajah), ada yang tidak punya tangan dan kaki, ada yang buta, ada yang tidak bisa menegakkan kepala dan banyak lagi.
Kami tersentuh dengan ketabahan mereka.

Meskipun kondisi fisik yang tidak memungkinkan, namun sebagian besar masih bisa mengikuti Misa dengan baik. Misa yang dipimpin oleh Romo Gigih, CM dan Romo Iswandir, CM itu terasa mengharukan. Kunjungan ke Bhakti Luhur sebenarnya bukan yang pertama kali kami lakukan dan berjumpa dengan para penghuninya, namun mengikuti Misa dengan mereka baru kali ini kami alami. Ada berbagai macam perasaan yang bercampur aduk. Terharu, karena melihat penderitaan yang mereka rasakan. Bersyukur, karena Tuhan memberi kami fisik yang mendekati sempurna dibandingkan mereka. Bahagia karena bisa berdekatan dan bersama-sama mereka memuji Tuhan.
Selesai Misa, kami diajak berkeliling melihat dari dekat wisma-wisma tempat tinggal mereka bersama bu Yayuk. Kami sangat tersentuh melihat seorang anak yang bernama Hendra. Hendra merupakan penderita autis yang saat ini berusia 12 tahun. Akibat sering memukul kepalanya sendiri, tangannya oleh para perawat Bhakti Luhur terpaksa diikat kebelakang dengan kain. Siang itu kami juga melihat dia membawa kemana-mana kursi dibadannya. Oleh orang tuanya dia dititipkan disana sejak kecil.
Ada lagi gadis cilik berusia 8 tahun. Intan panggilannya. Meskipun tampak ada perbedaan dengan anak-anak diusianya, ia tampak terlihat cantik. Wajahnya yang imut-imut menimbulkan iba bagi siapa saja yang melihat. Terlebih bila mendengar cerita latar belakang sampai ia disana. Seakan-akan orangtuanya sudah tidak menghendaki dia lagi. Duh…gusti kasihan sekali anak ini.
Ada pula ibu-ibu dan nenek-nenek yang menempati wisma terpisah. Beberapa dari mereka sudah tidak pernah dikunjungi lagi oleh keluarganya. Ada yang masih berusaha mengingat-ingat anggota keluarganya. Namun ada juga yang sudah lupa melupakan keluarganya. Bahkan ada yang tidak suka ketika didekati. Seakan ada trauma mendalam yang dialami.
Saat ini anggota asuh ada kurang lebih 300 orang yang tinggal di Bhakti Luhur. Sedangkan para perawat dan sukarelawan yang bertugas dan sedang belajar mencapai 500 orang. Suatu angka yang besar. Untuk kebutuhan beras saja sebulan mereka membutuhkan kurang lebih 8 ton.
Kami juga belajar banyak dari para perawat dan suster yang bertugas disana. Para sukarelawan itu hidup sehari-hari bersama mereka tanpa dibayar. Mereka tampak tahu betul masalah dan cara mengatasi masing-masing orang yang menjadi tanggung jawabnya. Mereka melayani dengan penuh sukacita. Ada pula yang menjadi suster atau perawat setelah mereka sendiri pernah tinggal disana sewaktu kecil. Apa yang mereka lakukan menjadi teladan bagi kami dalam melayani para anggota asuh SSV.
Siang itu kami mensharingkan apa yang dijumpai di Bhakti Luhur. Masing-masing dari kami menceritakan perasaan, pengalaman yang didapat dari perjumpaan dengan anggota asuhan Bhakti Luhur. Bertemu dengan mereka, membuat kami, para pengurus Benoit Labre, merasa disegarkan dan disemangati.
Kami berjanji untuk melayani anggota asuh kami dengan lebih baik…….semoga.

Read More..

Rekoleksi SSV St. Maria di Bedugul - Bali





Atas prakarsa SSV St Maria Denpasar, sebanyak 36 vinsensian berkumpul pada tgl 20-21 Maret 2010 di Rumah Retret Baturiti Bedugul Bali. Prakarsa ini diawali tahun lalu ketika diadakan konsolidasi SSV Denpasar. Semula ada 2 konferensi yang sudah dimulai tahun 70an yakni St Maria terutama untuk orang dewasa dan Pierre Giorgio Frassati terutama untuk kaum muda. Namun telah lama kedua konferensi ini seperti hidup segan mati tak mau. Dalam pertemuan tahun lalu beberapa pengurus bersama beberapa simpatisan berkumpul bersama Rm Antonius Sad Budi CM dan bapak Susanto anggota senior mewakili SSV DeDar Banyuwangi. Setelah pengarahan singkat disepakati agar sementara kedua konferensi ini merger dan dibentuk pengurus yang baru. Mereka juga sepakat agar segera menindaklanjuti mengadakan pertemuan rekoleksi dan rapat untuk membangkitkan kembali SSV Denpasar. Namun rencana ini tertunda-tunda dan akhirnya baru dapat dilangsungkan di Bedugul.

Pengurus DeWil Malang, DeDar Jember, dan DeDar Banyuwangi memberikan dukungannya secara nyata dengan menghadiri pertemuan ini di tengah kesibukannya. Beberapa pengurus DeDar Banyuwangi yang masih mengurus persiapan ujian dan ulangan tengah semester berangkat sabtu malam agar dapat menyusul ikut pertemuan Minggu pagi. Selain itu konferensi Kerahiman Ilahi yang berlokasi di Negara juga ikut menyemangati dengan mengirimkan 4 orang pengurusnya dalam rekoleksi ini.
Karena rombongan DeWil dan DeDar kesulitan menemukan tempat retret ini, maka pertemuan baru dapat dimulai setelah makan jam 20.00 dengan nyanyi bersama, doa, dan perkenalan, lalu pengarahan dari Rm Sad Budi, CM mengenai Asal mula dan Spiritualitas SSV yakni mengikuti Kristus pewarta injil kepada orang miskin (Luk 4:18, Mat 11). Walau lelah dari perjalanan jauh, sesi tanya jawab berlangsung seru, khususnya tentang panggilan SSV yang dibutuhkan oleh Gereja (kesaksian iman dengan tindakan nyata menolong orang miskin) dan masyarakat. Tak terasa pertemuan sudah melampaui jam 10 malam. Walau sudah lelah dan mengantuk sebelum tidur kami sejenak berdoa adorasi bersama di hadapan sakramen mahakudus dan menerima berkat sakramen mahakudus.
Pagi hari kami mulai dengan Misa kudus jam 6.30, makan pagi, dan mulai dengan sesi mengenai Hidup dan Organisasi SSV oleh pak Erik Subiyanto wakil ketua DeNas. Dengan bantuan foto yang ditayangkan dengan LCD, pak Erik menjelaskan dengan gamblang antara lain SSV saat ini berkarya di 140 negara, dengan anggota 900 ribu orang. SSV juga saat ini memiliki perwakilan di PBB. Dalam pengarahannya, SSV Denpasar juga diminta segera mencari Pembimbing Rohani, melaporkan keberadaan SSV, menentukan hari pertemuan rutin, mencari donatur dan melakukan kunjungan rutin kepada mereka yang membutuhkan.

Setelah menerima penjelasan dilangsungkan tanya jawab. Yang menarik bukan hanya pak Erik, namun peserta lain yang telah lama di SSV juga ikut menjawab dengan sharing pengalaman yang membuat SSV Denpasar semakin memahami, yakin dan mantap. Ditekankan pula akan pentingnya menjalin relasi sebagai saudara bukan hanya dengan twinnya, namun terutama juga dengan konferensi lain se Dewan Daerah dan Dewan Wilayah. Kehadiran pengurus DeDar Banyuwangi dan DeWil Malang kiranya ditanggapi juga dengan kesediaan pengurus konferensi St. Maria untuk hadir dalam pertemuan-pertemuan DeDar dan DeWil.

Acara siang itu ditutup dengan Misa dan pelantikan para pengurus baru konferensi St. Maria Denpasar. Semoga rekoleksi itu membawa semangat baru bagi para vinsensian di pulau Dewata dalam melayani sesamanya.

Read More..

24 Juni 2009

Misa Syukur Hari St. Vinsensius - DD Magetan



DD Magetan merayakan Hari St. Vinsensius yang dilaksanakan pada misa Minggu, 28 Sept 2008 di gereja Paroki Regina Pacis Magetan. Seluruh petugas dalam misa saat itu adalah Vinsensian muda. Misa tersebut dipersembahkan oleh Romo Yuni Wimarta, CM.
Dalam homilinya, Romo Yuni menyampaikan sejarah perjalanan hidup Santo Vincentius. St. Vinsensius masuk seminari pada masa-masa gelap dan masa yang penuh dengan ketidakpastian. Tapi setelah menjadi Imam, St Vinsensius menjadi terang bagi kaum miskin dan tertindas. Pada masanya St. Vinsensius mendirikan CM dan PK, dan semangat Santo Vinsensius yang peduli kepada kaum miskin menjadi spirit bagi berdirinya SSV dan organisasi yang lain seperti JMV, Misevi, AMM dan masih banyak lagi.

Apa yang dialami oleh St.Vinsensius semasa hidupnya. Juga dialami oleh Vinsensian masa kini, masa gelap bisa diartikan dengan kesedihan, kesusahan, ataupun ketidakpastian yang kita hadapi dalam kehidupan kita, tapi kita mendapat terang saat kita berdoa, pergi kegereja dan berusaha mendekatkan diri pada Tuhan, baik dalam sukacita maupun dukacita.
Misa syukur ini berlansung khidmat dan sederhana, tidak ada perayaan lain setelah misa. Tapi Vinsensian muda menggantinya dengan membagi-bagikan sembako kepada para pengemis dan juru parkir yang berada di sekitar komplek gereja.

By : Irene Herawati - Konf. St. Petrus Paulus

Read More..

22 Juni 2009

SSV Bandung audiensi dengan Bapa Uskup


Pada tanggal 22 November 2008, bertempat di gedung keuskupan (wisma hijau) di Jl. Jawa no. 26, Pengurus SSV DD Bandung beserta dengan 6 ketua konferensi dari 5 paroki yang berada di keuskupan Bandung mengadakan audiensi selama kurang lebih sekitar 45 menit dengan Uskup Bandung yang baru, Mgr. Johanes Pujasumarta. Walaupun acara audiensi tersebut sempat tertunda selama 30 menit dari jadwal yang telah ditentukan, akhirnya kami dapat bertatap muka dengan Monsigneur.
Audiensi dimulai dengan acara perkenalan yang dipimpin oleh Bapak Mulyadi selaku ketua Dewan Daerah Bandung. Adapun yang hadir dalam audiensi tersebut adalah : Bpk. JFH Dermawan (Konf. St. Petrus Katedral), Bpk. Aries (Konf. St. Ignatius Cimahi), Bpk. Yusuf (Konf. St. Gabriel Sumber sari), Ibu Liany (Konf. St. Mikael Waringin), Sdri. Devina (Konf. St.Don Bosco Waringin), Bpk. Antonius Toto & Bpk. Handiman (Konf. St. Maria Garut).
Sedangkan ibu Prihadi (Konf. St. Elisabeth Melania) tidak dapat hadir karena sakit dan Konf. St. Yosef Cirebon masih dalam keadaan vacum.

Audiensi diisi dengan pengenalan mengenai keberadaan Serikat Sosial Vinsensius dan kegiatannya di Indonesia, khususnya di beberapa konferensi yang ada di keuskupan Bandung. Adapun fokus utama kegiatan SSV ini adalah melayani orang-orang miskin dan menderita. Selain itu, acara audiensi juga diisi dengan tanya jawab mengenai kendala-kendala yang dihadapi oleh SSV di masing-masing paroki. Kendala paling utama yang dihadapi adalah kurangnya dukungan dari beberapa pastor paroki dalam pelaksanaan kegiatan SSV dan sulitnya untuk melakukan pelayanan kepada orang-orang miskin non Katolik yang ada di sekitar paroki karena takut disalahartikan oleh mereka. Selain itu, sulitnya untuk melakukan regenerisasi kepengurusan karena kurangnya minat kaum muda yang mau terlibat secara aktif dan berkomitmen dalam melakukan pelayanan di SSV.
Acara audiensi ditutup dengan saran-saran dan kiat-kiat dari monsigneur yang dapat dilakukan dalam menghadapi kendala-kendala yang ada. Selain itu, monsigneur juga berharap supaya keberadaan SSV di Indonesia, khususnya di keuskupan Bandung agar dapat semakin berkembang dalam melayani sesama yang miskin dan menderita. Monsigneur juga mengharapkan supaya dalam melakukan pelayanan, para anggota SSV dapat “cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati”.

By : Devina - DD Bandung

Read More..

21 Juni 2009

500 ribu anak muda menghadiri World Youth Day 2008



Setelah acara Famvin di Bathurst, Australia berakhir (9-13 Juli 2008), semua peserta berangkat menuju ke Sydney dengan menggunakan 7 bus besar untuk mengikuti WYD 2008. Sesuai rencana, para peserta Famvin akan makan siang bersama di komplek gereja St. Vincent di daerah Ashfield. Setelah makan siang, peserta akan diantar ke tempat dimana kita akan menginap selama mengikuti WYD 2008. Untuk acara WYD, kami minus Romo Tetra CM menginap di De La Salle College sekitar 1 menit berjalan kaki dari gereja St. Vincent dan 5 menit berjalan kaki dari stasiun kereta Ashfield. Kami mendapat satu ruang kelas untuk bertujuh. Akomodasi jauh berbeda dengan di Famvin yang sangat terjamin, kami tidur di lantai dengan sleeping bag, gak ada heater, kamar mandi terbatas, tapi konsumsi tetap terjamin lho. Untuk acara WYD, setiap peserta yang ikut disebut pilgrim atau peziarah. Berdasar informasi yang aku peroleh, WYD 2008 diikuti oleh 170 negara dengan jumlah peserta mencapai 500 ribu orang. Acaranya terdiri dari acara umum dan pilihan. Acaranya cukup beragam seperti misa, katekese, jalan salib, adorasi, pengakuan dosa, konser musik, pemutaran film, pameran dan masih banyak lagi. Setiap hari kita harus membuat program acara untuk hari berikutnya dan yang menjadi patokan adalah acara umum, sehingga kita menyesuaikan acara pilihan kita. Tapi yang paling aku tunggu-tunggu adalah bertemu dengan Paus Benediktus XIV. Selama WYD berlangsung, setiap peserta mendapat pilgrim passport yang berfungsi sebagai ID card, kupon makan, tiket gratis kereta CityRail dan bus kota ke venue- venue acara. Jadi mobilitas kita sangatmudah dan cepat. Acaranya cukup padat, setiap hari acara dimulai jam 06.30 pagi dan kita harus kembali ke penginapan diberi batas waktu sebelum jam 12 malam, karena seluruh transportasi baik CityRail maupun bus kota akan berhenti beroperasi pada jam tersebut. Dalam rangkaian acara WYD 2008, kami mengikuti beberapa acara gathering seperti Indonesian Gathering dan St. Vincent de Paul Society International Youth Gathering. Kami mengikuti Indonesian Gathering bersama peserta WYD lainnya yang berasal dari Indonesia dan masyarakat Indonesia yang bermukim di Australia, sekitar 2000 orang hadir dalam acara tersebut baik muda maupun tua. Khusus SSV Indonesia, kami bertiga mendapat undangan untuk mengikuti St. Vincent de Paul Society International Youth Gathering, disini kami bertemu lagi dengan anggota SSV dari seluruh dunia yang sebagian besar juga ikut acara Famvin. Kami diajak mengikuti berbagai presentasi tentang: SSV, Salamanca Meeting, kaum muda, karya sosial SSV seperti pendampingan anak, kunjungan dan bantuan bencana tsunami dari beberapa negara. Acara ini dihadiri oleh Barbara Ryan ( Ketua SSV negara bagian New South Wales), John Falzon (Ketua Denas SSV Australia) dan Jose Ramon Diaz Torremocha (Ketua Dewan Umum SSV). Meskipun acara padat, kami sempat mengunjungi Opera House dan cari oleh-oleh, kapan lagi bisa ke Australia he.....he....... Selama mengikuti WYD kita dapat jatah makan 3 kali dari panitia, untuk menu makan pagi dan siang perut kita masih bisa terima tapi kalau untuk menu makan malam kita gak berani makan soalnya rasanya aneh. Untuk makan malam kita biasanya bikin mie instant di penginapan atau kalau pas pengin makan nasi kita hunting masakan Indonesia di China Town. Jauh-jauh ke Australia makannya apa? Tetap menu lokal Indonesia seperti nasi goreng, nasi uduk, nasi kuning, gado-gado dll. Untung dech, meskipun rasanya agak beda tapi cukup menghibur. O, iya ada satu cerita yang menggelikan selama WYD berlangsung. Kalo di Indonesia kita bisa mandi 2 sampai 3 kali sehari. Tapi selama di WYD kita hanya bisa mandi sehari sekali. Bukan karena terbatasnya air dan shower atau udara dingin, tapi lebih dikarenakan jadwal kegiatan yang sangat padat serta menguras tenaga yang kita ikuti setiap hari. Maka untuk mensiasatinya, kami mandi sehari sekali pada malam hari menjelang tidur. Untuk pagi hari? Mana mungkin kita bisa bangun pagi untuk mandi, jadi cukup cuci muka dan sikat gigi beres dech. Maklumlah kita baru tidur sekitar jam 1 – 2 pagi setelah kita mengevaluasi kegiatan kita hari itu dan doa malam dalam satu kelompok, dan pagi jam 6.30 kita harus segera keluar dari ruang tidur untuk memulai aktivitas kita. Hari terakhir menjelang misa penutupan bersama Paus Benediktus XIV, semua peziarah berkumpul di North Sydney untuk memulai perjalanan kita ke Randwick tempat diselenggarakannya misa penutupan. Untuk acara ini kita wajib membawa peralatan perang seperti jaket, syal, sarung tangan, sleeping bag, makanan dan minuman. Seluruh peserta berjalan kaki menuju ke tempat acara. Spektakuler!!!! Karena ratusan ribu peziarah berjalan kaki bersama-sama melalui rute yang sudah ditentukan panitia. Kami sama sekali tidak merasa lelah karena kami melewati tempat-tempat yang indah dan belum pernah kita lihat dari dekat, apalagi pada saat kita melewati Harbour Bridge yang menjadi ikon kota Sydney. Dari situ kita bisa melihat Opera House ikon kota Sydney yang lain dari arah yang berbeda dan melihat pemandangan kota Sydney yang penuh dengan gedung-gedung tua yang terawat baik dan gedung bertingkat yang tertata rapi. Ternyata kota Sydney dibangun dengan konsep satu kesatuan yang direncanakan dengan matang. Selama perjalanan itu peserta WYD disambut dengan sukacita oleh warga setempat dengan lambaian tangan. Tak hanya sambutan positif yang kami terima tapi beberapa demo negatif juga kami jumpai di beberapa lokasi. Tapi para peserta WYD tidak mempedulikannya. Selama perjalanan, secara berkelompok para peserta berdoa jalan salib, doa rosario dan menyanyi lagu-lagu pujian. Apalagi kami satu kelompok Kevin, berjalan beriringan dengan teman-teman dari Meksiko yang membawa alat musik lengkap dan bernyanyi di sepanjang jalan, pokoknya full music dech. Oh betapa indahnya..... dan betapa eloknya....... bila saudara seiman....... hidup dalam kesatuan....., begitulah kira-kira gambaran suasana saat itu yang aku rasakan. Kurang lebih 3 jam perjalanan kita sampai di Randwick sekitar pukul 5 sore. Ya, hari itu semua peserta WYD akan tidur di lapangan. Cuaca saat itu cukup dingin. Malam harinya kita mengikuti ibadat malam yang dipimpin langsung oleh Paus Benediktus XIV, kita berdoa sambil menyalakan lilin. Kemudian acara dilanjutkan dengan konser musik sampai jam 10 malam. Pagi harinya kita persiapan untuk misa penutupan, setelah makanpagi, kami bersiap-siap menyambut kedatangan Paus, dengan mobil kebesarannya, Paus berkeliling lapangan dengan pengawalan ketat untuk memberi salam dan memberkati kaum muda yang hadir. Suatu pengalaman yang gak akan aku lupakan bisa melihat Paus dalam jarak dekat meskipun Cuma beberapa detik. Misa berlangsung sekitar 3 jam. Setelah misa selesai kami kembali ke penginapan untuk persiapan pulang ke Indonesia. World Youth Day 2008 yang diselenggarakan di Sydney, Australia ini berjalan dengan sukses dan lancar. Sungguh sebuah pengalaman terindah dan tidak terlupakan bisa berkumpul dengan kaum muda dari seluruh penjuru dunia. Kami tidak melihat perbedaan warna kulit, status social ataupun masalah politik, tapi aku hanya melihat persaudaran, persahabatan, kegembiraan. Meskipun kami tidak bisa mengenal secara personal, tapi Tuhan Yesus punya kuasa untuk menyatukan kami dalam acara tersebut. Sungguh, Tuhan membuat kita menjadi gila, gila akan persahabatan, persaudaraan dan perdamaian. God is good all the time, all the time God Is good.Terima kasih saya sampaikan kepada Dewan Nasional atas kepercayaan, dukungan dan kesempatan yang diberikan kepada kami untuk mengikuti WYD 2008. Buat Vinsensian muda ayo segera bergabung dalam kegiatan SSV ditempatmu. Siapa tahu World Youth Day berikutnya yang akan dilaksanakan di Madrid, Spanyol, kamu yang terpilih untuk mewakili SSV Indonesia.


By : Ferdinan Wahyu Aria - DD Magetan

Read More..

Bantuan beasiswa Untuk Delanggu

Setelah sekian lama ditunggu-tunggu oleh anggota asuhan (penerima bea siswa), akhirnya dana beasiswa turun juga. Keadaan ekonomi yang semakin terpuruk akibat harga BBM dan kebutuhan pokok yang semakin melambung membuat sebagian besar masyarakat pasrah terhadap keadaan. Banyak anak yang mengalami putus sekolah dan tidak dapat melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Keadaan ini merupakan tantangan bagi anggota SSV untuk melayani mereka secara merata dalam kondisi yang serba terbatas. Turunnya dana beasiswa untuk Konferensi Santa Lucia dan Konferensi Santa Teresa dari Calcuta Delanggu hanya mencukupi untuk 15 anak saja.
Keluarga yang menerima dana ini merasa terharu dan ada yang sampai menangis karena seperti kejatuhan durian. Padahal bantuan ini hanya bisa untuk membeli buku-buku tulis namun dirasa sangat bermanfaat dan melegakan bagi yang menerimanya. Semoga bantuan ini dapat berlanjut terus.
By: Bayu N.Klaten

Read More..

Pertemuan Tahunan XIV di Sarangan


Pertemuan Tahunan XIV diawali dengan Misa pembukaan yang dipimpin oleh Romo Antonius Sad Budianto CM selaku Penasihat Rohani Dewan Nasional. Selanjutnya acara dibuka secara resmi oleh Ketua Dewan Nasional SSV Indonesia, Bapak Alfonso Nainggolan. Dalam pidato pembukaannya beliau menyampaikan perasaan gembiranya atas kehadiran para utusan dari Dewan Wilayah dan Dewan Daerah dari seluruh Indonesia. Terutama nampak ada wajah-wajah baru dari antara peserta yang datang.
Dewan Nasional dalam Pertemuan Tahunan kali ini sengaja tidak membuat tema pertemuan. Karena pertemuan kali ini lebih bersifat rapat kerja antara Dewan Nasional, Dewan Wilayah dan Dewan Daerah. Tetapi dalam spanduk ada tulisan yang berbunyi “Maju dan Bertumbuhkembanglah!” Menurut Bapak Alfonso Nainggolan kalimat ajakan tersebut dapat diartikan bahwa kita semua sesungguhnya mempunyai pengharapan yang sama. Yaitu, maju dalam berorganisasi dan bertumbuhkembang dalam pelayanan kepada kaum miskin.

Selanjutnya Bapak Alfonso Nainggolan mengatakan bahwa dalam pertemuan tahunan ini kita diajak untuk bersama-sama membahas materi yang sangat krusial dan penting, yakni: Anggaran Dasar SSV Indonesia dan Pedoman Operasional. Dua materi ini merupakan dasar atau fondasi yang penting bagi tegaknya organisasi kita. Kalau seandainya dasar ini tidak ada maka dapat kita bayangkan apa yang terjadi terhadap organisasi SSV. Terutama dalam menghadapi tantangan masa kini dan masa yang akan datang, Serikat memerlukan dasar/fondasi yag sangat kokoh. Namun yang lebih penting dari ini semua adalah masalah perilaku dan komitmen kita untuk berjalan dalam koridor dasar itu. Sebab kalau tidak, dasar / fondasi yang kita bahas nanti tidak ada artinya. Sebaik apa pun aturan yang kita buat tetapi kalau tidak ada komitmen yang sungguh-sungguh, ya percuma saja.
Materi Pertemuan
Dalam pertemuan tahunan kali ini materi yang dibahas adalah: Evaluasi Program Kerja, pembahasan perubahan Anggaran Dasar SSV Indonesia serta Revisi Pedoman Operasional. Seperti dalam pertemuan tahunan sebelumnya evaluasi program kerja ini lebih bersifat sharing dan pembelajaran dari dan untuk masing-masing dewan. Sharing mengenai aktifitas masing-masing dewan.Dari sharing itu akan terjadi interaksi antar dewan. Sharing ini menjadi sangat strategis terutama sebagai sarana bagi para pengurus Dewan Nasional, Dewan Wilayah, dan Dewan Daerah untuk saling belajar satu sama lain mengenai apa saja yang baik yang terjadi di dewan lain dan apa saja yang kurang baik yang terjadi di dewan lain serta bagaimana mencari solusi untuk memecahkan persoalan-persoalan yang terjadi di dalam tubuh masing-masing dewan. Selain itu, dari sharing ini akan diperoleh masukan-masukan yang penting bagi setiap dewan mengenai apa saja yang dapat diterapkan untuk kondisi dan situasi di dewan lain. Langkah-langkah apa yang kira-kira dapat diambil untuk memperbaiki kinerja dewan.
Pada sesi pembahasan draft perubahan anggaran dasar SSV Indonesia terjadi diskusi yang sangat panjang menyangkut penggunaan nama Serikat di Indonesia. Para peserta pertemuan menghendaki agar nama Serikat menggunakan Serikat Sosial Vinsensius. Sedangkan nama seluruh dunia memakai Serikat Santo Vinsensius (St. Vincent de Paul Society). Menurut para peserta pemakaian nama Serikat Sosial Vinsensius lebih dapat diterima oleh semua orang daripada Serikat Santo Vinsensius. Kedua, Serikat Sosial Vinsensius lebih kelihatan sebuah organisasi. Dan dengan keterlibatan mereka pada aktivitas sosial akan menambah kredit point bagi karier mereka di pemerintahan. Maklum, banyak anggota SSV Indonesia adalah sebagai pegawai negeri (c.q. guru di sekolah negeri). Untuk pemakaian nama Serikat ini masih belum final. Akhirnya forum menyepakati bahwa pemakaian nama Serikat di Indonesia ditanyakan terlebih dahulu kepada Dewan Umum. Apakah boleh menggunakan nama Serikat Sosial Vinsensius atau tidak?
Acara selanjutnya mengenai Pedoman Operasional. Ada beberapa masukan yang perlu mendapat perhatian, yaitu mengenai tata cara pelaporan kegiatan dan verifikasi. Sedangkan materi lainnya dapat diterima. Pedoman Operasional ini sebelumnya pada Pertemuan Tahunan XIII di Kaliurang telah disosialisasikan dan Pertemuan Tahunan XIV ini merupakan kelanjutannya. Diharapkan pedoman-pedoman yang telah disepakati dapat mulai diterapkan dalam kehidupan berorganisasi Serikat.
Puncak dari seluruh pembahasan materi-materi pertemuan adalah disepakatinya sejumlah rekomendasi yang dibuat secara bersama-sama antara pengurus Dewan Nasional dengan semua peserta. Memang dalam beberapa hal yang ditulis dalam rekomendasi perlu mendapat penekanan yang sangat dari semua yang hadir, termasuk dari pengurus Dewan Nasional sebagai pembina dari semua dewan yang ada di bawahnya.
Pertemuan Tahunan XIV diakhiri dan ditutup dengan Misa Penutupan yang dipimpin oleh Romo A. Sad Budianto CM dan Romo Yoyon CM dari Magetan. Dalam kesempatan tersebut, Romo Yoyon mengatakan permintaan maafnya apabila selama berada di Sarangan para peserta pertemuan kurang nyaman. Dalam sambutannya beliau juga mengatakan bahwa para Vinsensian di Magetan sungguh merupakan orang-orang yang sangat peduli dengan orang miskin. Banyak para Vinsensian rela bekerja untuk orang miskin. Misalnya, selesai misa beberapa orang vinsensian mengedarkan kantong sumbangan untuk para orang miskin.

By : Aris Junaedi

Read More..

Family Vincentian - 2008 di Australia





Pada tanggal 9 – 13 Juli 2008 yang lalu, saya mengikuti acara Famvin (Keluarga Vinsensius) 2008 yang diselenggarakan di Bathurst, Australia. Saya berangkat ke Australia bersama Devina (DD Bandung) dan Josi (Denas). Kami bertiga berangkat dari Bandara Juanda, Surabaya pada hari Selasa, 8 Juli 2008. Pesawat yang kami tumpangi berangkat pada Pk. 17.00 WIB menuju Denpasar, Bali untuk transit untuk selanjutnya berangkat menuju Sydney, Australia pada Pk. 23.55 WITA. Sesampainya di Sydney International Airport, ternyata kami sudah dijemput oleh salah seorang panitia yaitu Bec Bromhead.
Setelah berkenalan, kami menuju kantor SSV Australia untuk beristirahat sambil menanti kedatangan teman-teman SSV dari negara lain yang kedatangannya dikoordinir oleh SSV Australia. Saat di Kantor SSV Australia, kami diberikesempatan untuk sarapan pagi dan berkenalan dengan Vinsensian muda dari negara lain yang sudah datang sebelum kami. Menjelang makan siang seluruh peserta diajak berjalan-jalan menuju sebuah mall, kami diberi kesempatan untuk belanja keperluan kami masing-masing. Setelah belanja kami diajak makan siang di food court di mall tersebut. Setelah belanja dan makan siang, kami kembali ke kantor SSV Australia untuk persiapan berangkat ke tempat dimana akan dilangsungkannya acara Family Vincentian.
Pada Pk. 14.00 waktu Sydney, kami berangkat ke tempat acara dengan menumpang bus yang sudah disiapkan oleh panitia. Famvin dilaksanakan di Bathurst Region, sekitar 3 jam dari Sydney dan diikuti oleh 31 negara termasuk Indonesia dengan jumlah peserta sekitar 300 orang. Delegasi Indonesia berjumlah 8 orang terdiri dari SSV 3 orang, JMV 2 orang, PK 2 orang dan CM 1 orang. Meskipun satu delegasi, kami dari Indonesia tidak berangkat bersama-sama .
Sesampainya di Bathurst, kami baru tahu kalau seluruh peserta menginap di asrama St.Stanislaus’ College. Pada saat registrasi kami mendapat ID card, mini bagpack dan kaos. Panitia juga menyiapkan perlengkapan untuk musim dingin bagi peserta secara cuma-Cuma seperti syal, sarung tangan, dan penutup kepala. Setelah itu kami menuju kekamar untuk beristirahat dan persiapan pribadi menjelang acara pembukaan. Sebelum acara pembukaan kami makan malam bersama. Wow! Sungguh luar biasa, hampir seluruh peserta sudah hadir, tapi delegasi Indonesia yang lain mana ya? Disitu kami berkenalan satu sama lain, pengalaman yang sangat berarti buat kami. Pada saat berkenalan banyak orang yang mengira kami orang Filipina, wah Indonesia kemana nich? Memang untuk acara Famvin sendiri, delegasi dari Filipina cukup besar sekitar 50 orang coba bandingkan dengan delegasi. Indonesia yang hanya 8 orang itupun kami belum bertemu satu sama lain di makan malam tersebut.
Acara pembukaan diawali dengan tarian selamat datang dari suku Aborigin, pengenalan logo Famvin 2008, penyalaan lilin oleh organisasi/tarekat yang mempunyai semangat Vinsensius dan dari negara-negara yang ikut serta dalam acara tersebut. Saat itu saya mewakili Indonesia
dalam penyalaan lilin. Tema dari Famvin 2008 ini adalah “Experience Family, Witness and Mission, God’s Story and Ours”.
Hari kedua, acara dimulai dengan makan pagi pada Pk. 06.30 waktu setempat. Setelah doa pagi, kemudian dilanjutkan dengan presentasi oleh Romo Richard Benson, CM tentang visi dan misiSanto Vinsensius terhadap kaum miskin. Untuk informasi, kami dibagi dalam beberapa kelompok kecil dengan anggota sekitar 10 orang. Ada 3 pertanyaan yang menjadi bahan diskusi kelompok:
1. Apa saja 3 karakter terpenting dari Santo Vinsensius bagi kita dan mengapa?
2. Dapatkah visi Santo Vinsensius mengubah kehidupan kita?
3. Bagaimanakah cara mengenalkan Santo Vinsensius dan visinya kepada teman sebaya kita?
Setelah diskusi session 1 selesai , acara diselingi dengan ice breaking. Presentasi yang kedua disampaikan oleh Sr. Chaterine Salani, PK tentang Santa Louise De Marillac dan peransertanya dalam melayani kaum miskin. Presentasi ini cukup menyegarkan karena dikemas dengan ringan tapi cukup mengena. Ada pertanyaan refleksi yang diberikan untuk bahan diskusi: Dukungan atau faktor apa saja yang kita butuhkan untuk hidup dengan hati? Dalam perjalanan rohani kita? Dalam pelayanan kita kepada kaum miskin? Dalam pemahaman tentang Sejarah Santo Vinsensius?
Setelah makan siang seluruh peserta berkumpul di ruang registrasi, sesuai jadwal kami akan mengikuti acara “Justice Pilgrimage” semacam napak tilas. Peserta dibagi dalam beberapa kelompok besar. Delegasi Indonesia tergabung dengan Filipina,Thailand, Myanmar, Fiji, Bangladesh, Sri Lanka dan Ethiopia. Setelah mendapat pengarahan dari panitia, kami diberangkatkan dengan jeda 5 menit tiap kelompok.Selama napak tilas kami berhenti di 5 pos dan mendapat materi yang berbeda-beda. Rute perjalanan ini kurang lebih 5 km mengeliling kota Bathurst yang cukup indah. Cuaca di Bathurst saat itu sangat dingin sempat minus 2 derajat. Meskipun cuaca dingin dan rasa lelah menyerang, kami sangat menikmati acara tersebut. Setelah makan malam kami semua menuju ke gedung olahraga yang berada di komplek St.Stanislaus’ College, ternyata di sana telah siap sebuah grup musik tradisional yang siap menghibur kita.
Acara ini dinamakan bush dance, karena kami disini diajak berdansa ala Kate Winslet dan Leonardo Dicaprio di film “Titanic” itu lho, seluruh peserta berdansa bersama-sama dengan musik yang energik. Heboh dan bener-bener hilang rasa dinginnya, malah semua peserta melepas peralatan perangnya seperti jaket, syal dan sarung tangan karena kepanasan.
Hari ketiga setelah sarapan dan doa pagi, kami mengikuti Sesi 3 tentang Frederic Ozanam, Sr. Rosalie Rendu dan latar belakang terbentuknya SSV yang dibawakan oleh DR Andy Marks dari SVDP. Setelah break acara dilanjutkan dengan sesi ke 4 tentang Santa Catherine Labour yang dibawakan oleh Anna Maria P. Escano dari JMV Filipina. Setelah makan siang kami berkumpul di Marble Hall tempat dimana kita melakukan registrasi. Kami akan mengikuti acara social outing, untuk acara ini peserta dibagi dalam 3 kelompok besar. Saya berada di kelompok B, sedang Josi dan Devina berada dikelompok C. Kelompok B saat itu dijadwalkan mengunjungi museum tambang emas.
Kami berangkat dengan menumpang 2 bus besar, cuaca saat itu sangat cerah apalagi pemandangan disepanjang perjalanan sangat indah, di dalam bus kami berkesempatan untuk mengenal lebih dekat teman-teman dari negara lain. Sampai dilokasi kami dipandu oleh seorang guide. Kami diajak berkeliling lokasi bekas tambang emas tersebut, mencoba beberapa peralatan yang digunakan untuk menambang, mencoba mendulang emas dan melihat jenis-jenis bebatuan yang ditemukan di tempat tersebut. Sungguh pengalaman yang luar biasa dan tidak akan terlupakan. Sekitar 2 jam kami berada disana dan kita harus kembali ke tempat penginapan untuk mengikuti misa.
Setelah makan malam, seluruh peserta berkumpul di PAC tempat dimana kita selama ini mengikuti presentasi. Malam itu kami diberi kesempatan untuk melakukan pengakuan dosa. Sebelum pengakuan dosa, panitia memutar slide dan diiringi lagu yang membantu kita untuk merenung dan bermeditasi. Tiap peserta yang telah melakukan pengakuan dosa menyalakan lilin yang menjadi simbol terang bagi diri kita.
Hari keempat setelah sarapan, kami mengikuti misa pagi, kemudian dilanjutkan dengan diskusi dengan kelompok kecil tentang menjadi Vinsensian sejati, disini kami sharing pengalaman tentang karya Vinsensian di negara masing-masing. Setelah break kami berkumpul dalam delegasi negara masing-masing untuk berdiskusi tentang panggilan untuk beraksi dan hasilnya disampaikan kepada forum. Sebelum makan siang, panitia mengadakan ice breaking, saat itu Indonesia yang kebagian tugas untuk memimpin. Saya dan Windhidari JMV Indonesia memimpin acara tersebut. Kami mengajak para peserta untuk bernyanyi “Train of Love” sambil melakukan gerakan. Ternyata para peserta sangat antusias dan bergembira dengan persembahan kami, bahkan beberapa peserta meminta dibuatkan catatan syair lagunya. Hidup Indonesia !!!
Setelah makan siang kami mengikuti acara social outing, hari itu kelompokku mengunjung peternakan dan rumah pemotongan hewan. Disini kami melihat jenis-jenis hewan ternak yang ada di Australia, melihat cara memotong bulu biri-biri, cara memerah susu dan berkeliling peternakan yang cukup luas dengan naik traktor.Di sini juga ada kangguru yang diternakan lho. Setelah puas kami kembali ke penginapan untuk mengikuti doa novena / rosario. Setelah makan malam kami melakukan persiapan untuk acara malam. Panitia mengadakan malam International Festival, masing–masing delegasi diberi kesempatan untuk tampil. Delegasi Indonesia menampilkan Tari Merak yang dibawakan oleh Sr. Kristi PK, Sr. Stefani PK, dan Windhi dari JMV, sedang aku, Josi, Devina dan Juanli dari JMV, memakai pakaian tradisional sedangkan Romo Tetra CM jadi fotografer kami. Antusiasme peserta yang lain sangat bagus lho. Setelah tampil kita bagi-bagi souvenir ke audience. Acara tersebut berlangsung sangat meriah. Kami berfoto bersama dengan negara-negara lain dan bertukar souvenir.
Hari kelima, setelah sarapan, kami mengikuti misa penutup yang dipimpin oleh Romo Gregory Gay, CM. Misa diawali dengan perarakan bendera negara-negara peserta, dari Indonesia diwakili oleh Juanli dari JMV. Misa tersebut berlangsung sangat meriah apalagi tiap-tiap negara ambil bagian dalam misa tersebut. Delegasi Indonesia mendapat tugas untuk doa umat multibahasa, dari Indonesia diwakili oleh Devina dan kita juga menyanyikan lagu Kudus dalam bahasa Indonesia.
Misa yang panjang itu terasa singkat karena kami bergembira dan bersemangat dalam mengikutinya. Setelah misa, kami makan siang dan dilanjutkan dengan acara social outing, kelompokku saat itu mendapat tugas untuk menjadi sukarelawan lingkungan untuk melakukan penanaman pohon disekitar kota Bathurst. Kami diajari cara menanam pohon dan melakukan penanaman di lokasi yang telah ditentukan. Malam hari setelah makan malam, di lapangan St.Stanislaus’ College diadakan Bathurst Diocesan Festival yaitu konser musik dan pameran.
Tapi malam itu rata-rata peserta Famvin tidak mengikuti acara itu sampai selesai karena harus berkemas-kemas untuk berangkat ke Sydney keesokan harinya untuk mengikuti acara World Youth Day 2008.
Dengan ikut acara FamVin 2008, aku makin merasa kecil, ternyata yang aku lakukan di SSV selama ini belum ada apa-apanya dibanding dengan yang dilakukan oleh teman-teman dari negara lain. Suatu sharing pengalaman yang cukup berguna buat aku. Lama atau tidaknya kita ikut SSV bukan suatu jaminan kita total dalam pelayanan, tetapi kesungguhan kita dalam melayani kaum miskinlah yang diharapkan. Dengan mengikuti acara ini aku makin tertantang dan makin bersemangat dalam melayani kaum miskin.
Dalam konteks kaum muda memang kita harus memberi perhatian lebih dalam pembinaan kaum muda. Ada satu pengalaman yang membuat saya berpikir, ada beberapa orang yang bisa saya katakan sudah tua, ikut dalam acara FamVin, setelah ngobrol beberapa saat, aku baru tahu kalau salah satu dari mereka adalah Ketua Denas SSV dari sebuah negara di ASEAN. Beliau cerita kalau mereka kesulitan dalam merekrut kaum muda jadi terpaksa yang berangkat ketua Denasnya. Kasihan deh tu bapak. Begitu susahkah mengajak kaum muda untuk terlibat dalam SSV ataukah ada sesuatu yang salah dengan regenerasi dalam organisasi kita. Bagaimana Bagaimana dengan SSV Indonesia? Kalau dari segi pembinaan dan perekrutan kaum muda, Indonesia tidak kalah dengan negara lain bahkan hasil sharing pengalaman dengan negara lain, mereka memuji kita karena kaum muda Indonesia banyak terlibat dalam kegiatan SSV. Tapi apakah itu sudah merata di semua konferensi?
Kita memang tidak bisa mengharapkan buah matang secara instant, tetapi harus dipupuk, disirami dan dirawat secara berkesinambungan dan terus-menerus seperti kita dalammengenalkan SSV dan semangat Vinsensius kepada kaum muda. Hasilnya mungkin tidak seperti yang kita inginkan tetapi kita harus tetap berusaha dan bersemangat dalam pembinaan kaum muda. Semangat!!!

By : Ferdinan Wahyu Ariya (DD Magetan)

Read More..