"Sepuluh kali sehari, Anda pergi kepada orang miskin, sepuluh kali pula Anda akan menemukan Tuhan "(St. Vinsensius A Paulo)

13 Mei 2009

Saya sedang Mencari Pekerjaan


Pukul 12 siang itu matahari sedang terik-teriknya. Udara panas di Jakarta terasa menyesakkan dada. Untung aku segera mendapat taxi Blue Bird yang melintas di depan kantor Mc Donald. Udara AC yang berhembus didalam taxi membuat perasaanku menjadi nyaman. Ah, seandainya taxi ini tidak memakai AC entah apa jadinya. Dirumah aku sudah terbiasa pakai AC. Baru berjalan 5 menit, tiba-tiba mataku tertuju pada seorang laki-laki kurus tinggi berbaju putih yang berdiri dipinggir trotoar. Pandangan matanya tampak sayu. Gurat-gurat dibawah kelopak matanya tampak jelas. Sambil memegang dadanya, laki-laki itu berdiri di pinggir jalan Terogong dengan membawa tulisan yang tertera pada kertas manila. Kertas itu digantungkan dilehernya dengan seutas tali rafia. Aku menaksir usia pria itu berkisar 40 – 45 tahun. Yang membuat hatiku tercekat adalah tulisan besar yang ia buat “saya sedang mencari pekerjaan”. Lalu lintas yang padat membuatku bisa agak lama memandangi pria itu.

Pria itu membentangkan tulisan itu didadanya. Tanpa bersuara, tampaknya ia berusaha agar setiap orang yang melintasi jalan itu bisa melihat apa yang dia bawa. Pikiranku mencoba untuk melihat apa yang dipikirkannya. Mungkin saja pria itu sudah berusaha mencari lowongan kerja dimana-mana. Mungkin saja dia sudah keluar masuk kantor. Kalau dia sudah berkeluarga, mungkin saja saat ini istrinya sedang menunggu dengan resah. Mungkin saja anaknya butuh uang untuk sekolah, mungkin saja….. Ah, segala kemungkinan bisa saja terjadi. Yang pasti pria itu menunggu seseorang yang bisa memberinya pekerjaan. Betapa angkuhnya Ibukota, batinku. Kota yang dikejar oleh banyak orang ternyata tidak bersahabat dengan pria itu. Apa yang dilakukan pria itu benar-benar butuh keberanian. Pasti dia sangat butuh pekerjaan, tampaknya dia tidak lagi malu untuk menyampaikannya keorang lain, dengan cara apapun.
“Pak, sudah sampai”, aku kaget saat supir mengingatkanku. Ternyata taxi itu sudah berhenti didepan hotel Sahid, tempat aku menginap di Jakarta.
Tiba-tiba, aku menjadi sadar betapa aku sering mengeluh. Betapa aku sering tidak bersyukur atas apa yang kudapatkan dari kebaikan Allah. Dibandingkan dengan pria itu, meskipun aku tidak tahu pasti bagaimana keadaan sesungguhnya, toh aku pikir masih lebih baik. Aku masih bisa bekerja, menghidupi anak-istriku. Penghasilanku juga masih diatas rata-rata masyarakat yang lain. Aku masih bisa menikmati rekereasi disela-sela hari liburku. Namun, aku seringkali merasa kurang. Aku masih sering berpikir bahwa aku belum punya ini, belum punya itu. Kadangkala aku sering membandingkan dengan teman-teman yang lebih berhasil dari sisi ekonomi. Berapa kali aku tergoda untuk mencari pekerjaan lain dengan tawaran yang lebih menarik.
Aku juga teringat akan keadaan yang dihadapi para anggota asuhan SSV yang aku kenal. Mereka sangat sering berhadapan dengan kesulitan hidup terutama dari segi ekonomi, tapi banyak diantara mereka yang tetap tampak bahagia.
Aku menangis. Pria itu mengingatkanku untuk selalu bersyukur. Ampuni aku, Tuhan.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Setiap hari adalah Mukjijat yang kita terima dari KemurahanNya. Mari mengucap syukur dalam segala hal.